nu

nu

Sekolah itu Candu (Oleh: Roem Topatimasang)

Sekolah itu Candu
Oleh: Roem Topatimasang
Buku “Sekolah itu Candu” terdiri dari beberapa kumpulan artikel yang di tulis oleh Roem Topatimasang, pertama kali diterbitkan pada tahun 1998 oleh penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Selama beberapa tahun buku ini menjadi salah satu buku terlaris sehingga penerbit harus mencetaknya untuk yang kedelapan kali. Artinya, buku ini memang benar-benar bagus dan patut untuk dijadikan bahan referensi.
Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Roem Topatimasang yang sudah berkeliling Nusantara. Ia menemukan fenomena yang sangat menarik tentang sekolah, yaitu adanya perbedaan yang mencolok antara sistem dan praktik dengan kebijakan yang telah dibuat pemerintah.
“Jangan sampai putus sekolah, kalau putus sekolah bisa berabe,” demikian ujar Mandra dalam pariwara televisi “Ayo ke Sekolah” yang diseponspori oleh UNICEF. Karena begitu pentingnya sebuah sekolah, bank dunia dan bank pembangunan sekolah sampai mengucurkan dana utang baru untuk menjamin anak-anak Indonesia tetap di bangku sekolah ditengah masa krisis beruntutan saat itu. Untuk menjamin dana tersebut sampai pada tujuannya, jalur birokrasi pun dipangkas. Sejak beberapa tahun anggaran belanja negara untuk sektor pendidikan merupakan primadona. Bukan hanya soal kebocorannya, simak saja laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahunnya menunjukkan nasional masih tetap merupakan salah satu lembaga pemerintah yang paling korup, banyak salah urus dan sangat ruwet.
Namun pertanyaan yang lebih penting adalah apakah mencerdaskan bangsa dapat diraih  melalui proses yang dipicu-laju dengan tambahan dana besar. Pertanyaan kunci adalah apakah usaha ini merupakan usaha yang layak. Apakah program ini akan mampu menghindari keterpurukan yang lebih jauh, khususnya ketika pasar bebas sudah diterapkan.
Sistem kurikulum dan sistem manajemen sekolah juga tidak kalah seru. Hampir setiap kali pergantian menteri, kebijakan mengalami bongkar pasang. Sistem sekolah hanya dibuat untuk mencari untung. Sistem industrialisasi sekolah sudah mengubah wajah baru pendidkan, yang semula bertujuan untuk mencerdaskan sekarang untuk menjadikan peserta didik sebagai objek pasar. Hal ini sudah keluar dari landasan-landasan pendidikan, sehingga harus dikembalikan lagi pada fungsi utama dan jalur yang benar.
Dalam artikel “Sekolah Itu Candu” disebutkan, “Dulu terdapat seorang anak yang berbakat dikeluarkan dari sekolahnya, justru gara-gara dia mencoba mencari tahu lewat satu penelitian yang dirancang dan dilakukan sendiri tentang pandangan kaum remaja sebayanya mengenai kehidupan seksual, banyak yang bingung campur-aduk.”
Eko sulistiyo seorang siswa SMA di Yogyakarta mengumumkan hasil penelitiannya tentang pandangan kaum remaja seusianya terhadap kehidupan seksual. Kasus ini juga dikenal sebagai kasus angket seks remaja. Selama beberapa minggu, beberapa koran di Yogyakarta, Jakarta dan Bandung melaporkan secara eksklusif kasus tersebut. Akhirnya, banyak surat pembaca dan polemik berkembang. Dari semua tanggapan yang ada, terlihat bahwa masyarakat secara umum tidak menerima pemecatan Eko. Alasan pemecatan adalah Eko melakukan penelitian tanpa izin resmi dari sekolah dan pejabat pendidikan setempat. Alasan tersebut dianggap sekedar alasan untuk mencari-cari dan mengada-ada bahkan makin memperlihatkan kelemahan dunia pendidikan nasional yang dinilai semakin birokratis dan serba formal.
Pendidikan semakin tunduk dan diatur oleh kekuasaan politik, bukan berdasarkan kaidah atau asas-asas ilmiah. Karena itu salah seorang rektor di perguruan tinggi merekrut Eko menjadi mahasiswa tanpa tes. Banyak reaksi dari masyarakat menyatakan dukungan dan menganggap keputusan itu lebih tepat, berani, dan lebih mendidik. Maka heboh ini pun mereda perlahan-lahan kemudian terlupakan orang.
Dalam ulasan yang lebih lanjut, penulis banyak menyayangkan masyarakat yang bersikap reaktif saja. Seakan-akan sekolah merupakan dewa yang tidak bisa ditawar lagi. Sebenarnya sekolah bukanlah satu-satunya alat untuk menuju apa yang kita mau. Sekolah hanya bisa sedikit membantu tentang apa yang kita inginkan. Tetapi masyarakat merasa terlalu heroik seakan sekolah adalah satu-satunya jalan untuk menuju kesuksesan.


 oleh :Muhammad ilyas
kelas Alfiyah di PPM Aswaja Nusantara
jurusan pendidikan IPS di Unversitas Negeri Yogyakarta

1 komentar:

  1. artikel rehal buku SEKOLAH ITU CANDU ini, ikut dilansirkan di: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=7256

    BalasHapus