KEAJAIBAN MEMBACA ALQUR’AN
Pengarang best seller Muhammad
Makhdlori
Ø Berwirid dengan
Ayat al-Qur’an
Seperti yang sudah kita ketahui banyak orang memahami
alquran hanya dari sisi mistiknya, tanpa mampu
menafsirkan makna dan artinya. Juga banyak orang yang tidak mampu membaca dan
menulis al-Qur’an tetapi ia mampu merasakan kekuatan mistik yang terdapat dalam
al-Qur’an. Hingga ketika sedang menghafal atau mewirid al-Qur’an, mereka memakai bacaan dan tulisan huruf latin. Tidak menjadi soal, yang
pasti al-Qur’an dapat dirasakan oleh siapa pun bagi mereka yang mau menggali
arti dalam al-Qur’an sehingga dapat merasakan kekuatan dahsyat yang menerjang
dalam jiwa dan pikiran.
Kondisi ini tidak kalah menyedihkannya dengan mereka yang sudah
dapat memahami al-Qur’an, dapat menafsirkan al-Qur’an sekaligus dapat menghafal
al-Qur’an hingga al-hafid (menghafal al-Qur’an sampai 30 juz) hanya untuk mengejar
setoran seperti di pesantren-pesantren modern sekarang ini. Dalam redaksi lain,
al-Qur’an hanya dijadikan sebagai sarana
permainan hafalan yang kemudian dilupakan. Mereka hanya mengejar titel al-hafid
supaya bisa mengikuti khataman walaupun biayanya mahal. Tidak peduli yang
penting ketika ada seseorang yang memanggil walimah mereka akan menulis namanya
dengan sebutan si A, al-hafid. Apabila sudah
mendapatkan gelar al-hafid mereka merasa
keren. Di sinilah letak kerusakan dalam
mengartikan al-Qur’an.
Mereka sudah mengenal betul tentang isi al-Qur’an, tetapi mereka
gunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Ini masuk dalam kategori orang
yang mengingkari isi batin al-Qur’an. Berbeda dengan mereka yang benar-benar
bodoh tidak dapat membaca dan menulis al-Qur’an tetapi akhlaknya menunjukkan
isi batin al-Qur’an, maka mereka termasuk orang yang berdzikir (mengingat) dan
bersyukur atas nikmat yang di berikan oleh Allah. Hal ini lebih baik dari pada
mereka yang menghafal, tetapi akhlaknya buruk.
Untuk itulah dalam kesempatan tema
yang saya dibahas ini, upaya yang harus ditegaskan adalah di samping
menghafal al-Qur’an, mengkaji al-Qur’an dan memahami al-Qur’an, secara
keseluruhan semuanya haruslah di aplikasikan ke dalam perilaku sehari-hari. Ini
sama halnya mendzikirkan ayat-ayat al-Qur’an melalui wirid (membiasakan) perangainya
sesuai tujuan isi batin al-Qur’an.
Ø I’tikaf Bersama
al-Qur’an
Berbagai bentuk wirid yang dilakukan untuk melafalkan ayat-ayat
al-Qur’an selain melalui sikap tafakkur (meditation), muhasabah,
muqarabah, juga melalui cara i’tikaf. Sementara pikiran mengonsenterasikan
bentuk pada lafal ayat-ayat yang diucapkan selanjutnya,
hati diredam dari kegusaran, kemudian mata berusaha untuk melihat pada
titik sinar yang berada dalam kalbu. Ini
cara i’tikaf atau dalam persepsi lain adalah meditasi. Cara
seperti ini ternyata dapat mengeluarkan gelombang-gelombang yang berhubungan
dengan ketenangan atau kondisi relaks. Kondisi
ketenangan ini dapat pula untuk memudahkan pendekatan diri kepada Allah. Di
sinilah puncak i’tikaf, yakni berdiam, menghening dengan konsentrasi di dalam
masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah untuk mengharap rahmat dan
perlindunganNya. Ada perbedaan pandangan mengenai pelaksanaan i’tikaf. Pendapat
dari jumhur para ulama’ mengatakan “untuk mengawali pelaksanaan i’tikaf harus
di dahului dengan puasa untuk menyertai pengalaman itu. Tetapi dari tiga ulama
tersohor seperti, Syafi’i, Hanafi, Hambali tidak mengharuskan puasa kecuali
dengan nadzar.
by: alwi ansori
kelas Alfiyah di PPM Aswaja Nusantara
siswa MAN Godean
kelas Alfiyah di PPM Aswaja Nusantara
siswa MAN Godean
Tidak ada komentar:
Posting Komentar