Pesantren Pelajar-Mahasiswa (PPM)
Aswaja Nusantara Mlangi
Dzikir-Fikir-Amal Sholeh
Pijakan
§
Falaula nafaro minkulli firqotin minhum thoifatun liyatafaqqohu
fid-din, walyundziruu qoumahum idza
roja’uu ilaihim, la’allahum yahdzurun...al-ayah
§
Barang siapa yang dikehendaki oleh Alloh swt menjadi
orang baik, maka Dia akan memberikannya pemahaman agama yang mendalam.
§
Barang siapa menghendaki kebahagiaan akherat, maka dengan
ilmu.
Barang siapa menghendaki
kebahagiaan dunia, maka dengan ilmu.
Barang siapa menghendaki
kebahagiaan keduanya, maka dengan ilmu.
Kanjeng Nabi Muhammad saw
Inspirasi
Seorang tokoh yang berasal dari Kerajaan
Mataram Islam lebih memilih jalan-kebudayaan dalam perjuangannya. Mengembara
dari pesantren ke pesantren, menempa ruhani, bergulat dengan spiritualitas, mengakumulasi
ilmu pengetahuan, dan membangun
masyarakat dengan penyebaran ilmu-ilmu agama, serta mendidik kader perjuangan melawan kolonialisme,
lebih dipilih tinimbang posisi
menggiurkan sebagai sultan pertama
Keraton Yogyakarta, semenjak Mataram
Islam dibelah menjadi dua bagian dalam perjanjian Gianti. Sekian kitab dan
warisan spiritual pun menjadi saksi sejarah pilihan jalan-kebudayaan tersebut.
Hasilnya, ratusan pesantren
tersebar dari Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, masih eksis dan
kian berkembang dalam memberikan pendidikan mencerahkan bagi masyarakat. Beliau adalah BPH Sandiyo, yang oleh
masyarakat luas dikenang sebagai Mbah Kyai Nur Iman Mlangi. Pesantren ini ingin
meneladani jejak-kebudayaan tersebut.
A. Latar Belakang
Pesantren
dan madrasah telah
berkiprah sejak jauh sebelum kata Indonesia
dikenal, fase perjuangan bangsa,
menjaga dan meningkatkan intelektualitas bangsa, pengembangan ilmu
pengetahuan, ikut menyelesaikan
persoalan-persoalan sosial-kemasyarakatan
dan kebangsaan dengan spirit dan basis nilai keislaman tanpa tercerabut
dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. Telah berabad-abad, reputasi, keunggulan,
dedikasi, kontribusi, maupun komitmen pesantren dan madrasah pesantren, berkontribusi kepada masyarakat, bangsa,
negara dan umat manusia.
Dengan
berjalannya waktu,
dunia begitu cepat berkembang. Perubahan dan pergeseran
terjadi di mana-mana. Mulai dari ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, masyarakat,
pendekatan kajian Islam, hingga permasalahan sosial kemasyarakatan. Masyarakat,
pasar, dan negara mengalami transformasi besar-besaran. Akan
tetapi, perubahan tersebut tidak berbanding lurus dengan perbaikan masyarakat
dan negara yang baldatun thoyyibatun wa-robbun ghofur. Sebaliknya, kondisi dan realitas sosial yang ada semakin memprihatinkan. Akhlakul
karimah semakin tidak mendapat
tempat. Dalam wilayah lain, globalisasi menghadirkan arena kompetisi
antar-individu berbasis keunggulan sumber daya manusia. Yang survive
adalah mereka yang berkualitas dan menguasai teknologi informasi. Ruang di
mana keunggulan dan keberhasilan sekelompok orang, komunitas, kelompok, dan
negara harus selalu dibayar dengan keterpurukan yang lainnya.
Alhasil, secara ringkas, pesantren dihadapkan oleh berbagai tantangan lingkungan
internal dan eksternal strategis. Secara internal, pesantren dan
madrasah dihadapkan kenyataan keterbelakangan umat Islam dalam pendidikan,
ekonomi, kesehatan, teknologi, dan lainnya; kenyataan fenomena pemikiran
keislaman yang lebih terkooptasi ketimbang menjadi school of thought yang dinamis dan menjadi kerangka kerja
transformasi sosial. Secara khusus, pesantren dituntut untuk mengembangkan
pemikiran keislaman yang melampaui problem-problem epistemologis saat ini,
seperti dikotomi ilmu-ilmu keislaman, ilmu sosial, ilmu humaniora, dan ilmu
eksak-teknologis. Formulasi integrasi-interkoneksi ala UIN Suka, Islamisasi
sains ala Al-Faruqi, pohon ilmu ala UIN malang, bahkan hingga pribumisasi Islam
ala Gus Dur, masih menyisakan kebuntuan-kebuntuan.
Pada saat yang
bersamaan, institusi pendidikan Islam masih terjebak menjadi
teaching-university, belum mengarah secara serius ke research-university, yang
menjadi kunci dan nafas institusi pendidikan kontemporer. Integrasi, dialog,
atau formula apapun yang hendak mendorong revitalisasi-relevansi ajaran dan
pemikiran keislaman, mustahil tanpa dibangun sebuah tradisi riset kuat dan
terlembagakan.
Secara eksternal,
pesantren dan madrasah dihadapkan oleh menguatnya fundamentalisme dan
liberalisme pemikiran keislaman; tantangan-tantangan global; sekaligus berbagai
peluang dan potensi nasional dan dinamika global. Tantangan dan peluang selalu berubah dan
berkembang secara dinamis, sehingga dibutuhkan riset atau penelitian yang
mendalam agar dapat memahami dengan baik.
Dalam konteks
pendidikan, jawaban terhadap semua tantangan di atas adalah kemampuan
pesantren dan madrasah untuk menghasilkan generasi yang beriman-bertaqwa,
berintegritas, berkemampuan fikir kritis, dan bertindak transformatif, sebagai
agen transformasi sosial. Oleh karenanya, proses pendidikan yang
mendorong terbentuknya pribadi dengan integritas akhlakul karimah,
dengan nalar kritis, kreatif, dan leadership kuat, menjadi sebuah keniscayaan. Insan inilah
yang dalam terminologi Qur’ani disebut dengan generasi ulul-albab,
ulul-abshor, ulun-nuha.
Di sinilah Pondok Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi terpanggil untuk ikut
memberikan kontribusi dalam membangun dan mengembangkan pemikiran dan generasi muda dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini ditempuh
dalam rangka mendorong lahirnya generasi muda bangsa yang beriman, bertaqwa,
kritis, kreatif,
dan kosmopolit, sebagai
bagian dari mata rantai pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara yang
berkarakter, menuju izzul Islam wal muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar