Kisah Kisah
Inspiratif Pilihan Kick Andy
INDONESIA
BERANI!
BERANI MENGGAPAI MIMPI
Ditengah
tengah keterbatasan ekonomi, dimana banyak remaja memilih tidak melanjutkan
pendidikan karena ingin segera mungkin dapat bekerja demi memperbaiki kondisi
perkonomian, Nuryati berani memperjuangkan cita cita mulianya untuk terus
melanjutkan pendidikannya hingga jenjang pendidikan tinggi. Bagi orang
sepertinya mimpi untuk mendapatkan pendidikan tinggi merupakan suatu mimpi
besar. Memang Nuryati pantas untuk memperjuangkan mimpi besarnya tersebut
karena sebagai lulusan terbaik SMA di Serang, Banten tentu sangat disayangkan
jika dia harus berhenti mengenyam pendidikan hanya karena hambatan perekonomian.
Namun apa daya, kondisi ekonomi tidak memungkinkannya untuk dapat menikmati jenjang
pendidikan tinggi. Bagai pungguk merindukan bulan, Nuryati merasa frustrasi
dengan kenyataan pahit yang harus ia terima, baginya percuma menjadi lulusan
terbaik di sekolah, tetapi tidak bisa melanjutkan kuliah.
Pucuk
dicinta ulampun tiba, ketika ia berkunjung ke rumah neneknya, dia melihat
seorang temannya di kampung pulang membawa banyak uang setelah menjadi seorang
Tenaga Kerja Wanita (TKI) di Arab Saudi. Nuryatipun berpikir bahwa dengan
menjadi TKI dia bisa mendapatkan jalan mengumpulkan biaya untuk melanjutkan
pendidikan. Namun dengan banyaknya berita buruk tentang perlakuan majikan di
Arab Saudi terhadap para TKI yang bekerja disana, Ayahnya menentang keputusan Nuryati
untuk menjadi seorang TKI. Namun Nuryati tidak kehilangan akal, dia menagih
janji Ayahnya yang pernah berkata bahwa selepas SMA dia berhak menentukan jalan
kehidupannya sendiri. Menyadari hal tersebut Ayah Nuryati akhirnya melepaskan
anak perempuannya untuk menjadi TKI di Arab Saudi. Dalam diri Nuryati
bagaimanapun tetap terbesit rasa takut akan hal hal buruk yang akan menimpanya
sesampai di tempat ia bekerja, namun demi cita citanya ia kalahkan rasa takut
yang muncul di hatinya.
Pada
tahun 1998 Nuryati berangkat ke Arab Saudi. Akses untuk menjadi TKI dengan
mudah ia dapatkan karena kebetulan desa neneknya merupakan kantong TKI di
wilayah Banten. Ketika berangkat hampir separuh isi kopernya terisi dengan buku
buku pelajaran SMA dan buku pengetahuan umum. Nuryati ingin tetap terus belajar
walau tidak melalui pendidikan formal. Dalam tekadnya untuk memperoleh biaya
pendidikan, perlakuan buruk sebagai TKI dia rasakan mulai dari tempat
penampungan. Para TKI yang akan diberangkatkan diperlakukan tidak manusiawi.
Dia sendiri harus merasakan tidur di depan kamar mandi dan makan dengan nasi
yang begitu banyak dengan lauk yang hampir tidak ada. Namun seperti kata bijak,
“Bermimpilah setinggi tingginya karena jika kau terjatuh kau masih terduduk
diantara bintang bintang di langit” maka dengan mimpinya besarnya hal hal yang
dia rasakan di tempat penampungan tidak membuatnya terjatuh dan kapok untuk
melanjutkan perjuangan demi pendidikan.
Nasib
baikpun menghampirinya ketika ia bekerja, Nuryati mendapat majikan yang baik.
Di tempat ia bekerja, majikannya memberikan waktu untuk tidur siang dan cek
kesahatan setiap tiga bulan sekali. Majikan Nuryatipun merasa heran ketika
menyakan apa tujuan Nuryati bekerja adalah untuk mencari uang demi biaya
melanjutkan kuliah.Menurut majikannya hal tersebut sangat langka diantara para
TKI yang pada umumnya datang bekerja untuk membangun rumah atau membangun usaha
di kampung.
Setelah
melewati perjuangan sebagai TKI, berakhir sudah masa kerja Nuryati, dengan
berbekal uang hasil jerih payahnya, ia mendaftar kuliah. Cita cita yang selama
ini ia perjuangkan. Ia mendaftar di Fakultas Hukum, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa sebuah perguruan tinggi negeri di wilayah Banten nahkan hingga ia
meraih gelar S-2 Jurusan Hukum, Universitas Jayabaya. Kini Nuryati telah
menjadi seorang dosen. Sebagai seorang dosen ia tidak merasa malu dengan
dirinya yang seorang mantan TKI, justru dengan hal tersebut ia ingin mencetak
rekor sebagai seorang mantan TKI yang meraih
gelar profesor.
Little Hero, Big Action
Jamban BSJ (Bersih, Sehat, Jujur)
Kondisi
sanitasi di Indonesia masih sangat memprihatinkan, terbukti dengan berita yang
dikutip dari surat kabar terkemuka di Indonesia bahwa akhir tahun lalu Indonesia
meraih peringkat kedua dalam hal sanitasi, namun bukan sebagai negara dengan
sanitasi terbaik melainkan sebagai negara dengan sanitasi terburuk diantara
negara negara lain di seluruh dunia. Hal ini terungkap dalam Konferensi yang
diadakan oleh World Bank Water Sanitation Program(WSP), mengerikan bukan?
Sementara
pemerintah sibuk mengadakan Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional, tiga
orang pelajar SMPN 11 Bandung memulai perbaikan sanitasi dari toilet tempat
mereka belajar. Tiga siswi yang tergabung dalam Kelompok Ilmiah Remaja ini memiliki
untuk membuat jamban yang bersih, sehat
dan jujur (BSJ) di sekolah mereka. Ide Jamban BSJ ini hanyalah ide sederhana,
tapi untuk apa juga memiliki ide besar namun hanya sebatas pada teori teori
tanpa aksi.
Pihak
sekolah menyambut baik ide pembuatan Jamban BSJ setelah mendapat proposal yang
diajukan oleh tim Jamban BSJ yang kini kala itu telah beranggotakan sepuluh
orang. Dengan dana Rp 300 ribu yang diberikan oleh pihak sekolah, mereka membersihkan
sendiri toilet di sekolah, setelah toilet bersih, mereka menyediakan berbagai
perlengkapan toilet seperti sabun untuk mencuci tangan dan pewangi ruangan demi
terwujudnya toilet yang tidak hanya bersih tetapi juga sehat.
Lalu
apa yang di maksud dengan jujur dalam jamban BSJ ini? Mungkin banyak dari
kalian yang kebingungan dan penasaran mengapa ada toilet yang jujur. Untuk
memuaskan rasa ingin tahu kalian mungkin sebaiknya saya akan mulai menulis dari
mana mereka mendapat ide untuk memasukkan kata ‘jujur’di dalam gagasan jamban mereka.
Ini semua berawal dari keprihatinan mereka ketika melihat para siswi siswi yang
sembarangan membuang pembalut mereka. Ya, mungkin mereka tidak tahu harus
bagaimana karena baru pertama kali datang bulan. Karena itu di jamban mereka
terdapat pernak pernik kewanitaan untuk mengatasi berbagai masalah para remaja
putri di sekolah mereka ketika mendapat ‘tamu bulanan’. Tim Jamban BSJ
menyediakan sebuah kotak yang diletakkan di dalam toilet dimana di sana dalam
tiap tiap lacinya pembalut berbagai ukuran, pantyliner dan celana dalam wanita
yang semuanya masih dalam kondisi baru. Segala pernak pernik tersebut tentu
tidak gratis, tim Jamban BSJ telah menuliskan daftar harga untuk masing masing
item. Nah disinilah dibutuhkan kejujuran para pengguna jamban karena mereka
hanya akan membayar di kotak khusus yang telah disediakan dan tidak ada orang
yang mengawasi apakah mereka membayar atau tidak.
Dari mulai
berdirinya Jamban BSJ pada 19 Oktober 2011, tugas tim Jamban BSJ memantau kondisi jamban setiap harinya
termasuk membersihkan jamban yang kotor. Motivasi tim ini memelihara Jamban BSJ
karena mereka berharap jika bersih, jamban tersebut akan bermanfaat bagi
orang-orang.
Jerih
payah tim Jamban BSJ akhirnya menuai sejumlah apresiasi seperti masuk seleksi
panel Ashoka Young Changemakers (AYC) 2011 dan mereka juga ditunjuk sebagai
Duta Sanitasi 2012 Kota Bandung.
Ditanya
mengenai cita cita mereka untuk Jamban BSJ selanjutnya mereka mengatakan ingin
memperluas layanan Jamban BSJ di sekolah mereka terlebih dahulu kemudian ke
sekolah sekolah terdekat hingga pada akhirnya ditiap sekolah akan paling tidak
memiliki satu Jamban BSJ.
Komunitas Sapu Bersih (Saber)
Aksi
kepedulian lingkungan secara sukarela yang pada mulanya didirikan oleh Siswanto
dan Abdul Rahim ini memiliki kegiatan rutin menyapu dan membersihkan paku paku
di jalanan. Mungkin bagi kita yang hidup di wilayah Yogyakarta akan
mengernyitkan dahi mendengar komunitas Sapu Bersih (Saber). Bagaimana mungkin
ada beratus ratus orang yang tergabung dalam suatu komunitas yang tugasnya
hanya sekedar membersihkan paku di jalanan, memang seberapa banyakkah paku paku
yang di sebar di jalanan Jakarta? Di kota sebesar Jakarta dimana biaya dan
persaingan hidup sangat tinggi, para penambal ban pun mulai menghalalkan segala
cara untuk memperoleh penghasilan. Ada beberapa wilayah di Jakarta yang rawan
terdapat ranjau paku. Menurut Siswanto memang tidak semua tukang tambal ban
melakukan perbuatan yang merugikan ini. Menurutnya ada suatu sindikat tukang
tambal ban nomaden yang perlu dicurigai terkait fenomena ranjau paku, bahkan
menurutnya pula sindikat tersebut telah melakukan aksi tebar ranjau paku sejak
beberapa tahun lalu. Walaupun komunitas Saber selalu rutin membersihkan daerah
daerah rawan ranjau paku namun selalu saja masih ada oknum yang juga tidak
kalah rutin menebar paku kembali. Bahkan komunitas ini berhasil mengumpulkan
paku sebanyak 2,5 ton dalam kurun waktu 4 tahun. Sehingga untuk pendanaan,
komunitas ini mengandalkan uang yang diperoleh dari menjual paku paku yang
mereka dapat.
Komunitas
Saber berdiri pada 5 Agustus 2011 hingga saat ini beranggotakan 21 relawan
dengan 220 simpatisan. Motif Siswanto dan Abdul Rohim membentuk komunitas Saber
tidak terlepas dari pengalaman buruk mereka yang pernah bahkan sering menjadi
korban ranjau paku. Bermula dari memunguti sendiri paku paku di jalanan hingga
mulai banyak orang yang mengikuti aksi sukarela tersebut. Dalam membersihkan
paku paku di jalanan Siswanto menuturkan bahwa tidak ada jadwal yang mengikat,
penyapuan dan pembersihan bisa dilakukan kapan saja.
Walaupun
komunitas ini sangat menolong para pengguna jalan namun tetap saja ada beberapa
pihak yang tidak menyukai aksi kepedulian mereka terutama para oknum penebar
ranjau paku. Mulai dari teror hingga serangan fisik ketika sedang membersihkan
paku.
Hingga
saat ini memang masih susah untuk membuat jera para penebar ranjau paku karena
kalaupun mereka tertangkap basah menyebar paku, mereka hanya mendapat tindak
pidana ringan. Untuk itu Siswanto mengemukakan sebuah saran yang sekiranya bisa
mengatasi tindakan tebar ranjau paku, dia mengatakan bahwa ada baiknya jika
setiap stasiun pengisian bahan bakar menyediakan fasilitas tambal ban dimana
para penambal ban akan mendapat gaji sehingga usaha penebaran ranjau paku dapat
diminimalisir.